Sabtu, 27 Agustus 2016

Pembeli Gaharu di Buol Sulawesi Tengah dan Palu

Kepada rekan rekan pengumpul dan Pencari gaharu di lokasi buol sulawesi tengah dan sekitarnya, kami membeli gaharu dengan jenis dan kelas sebagai berikut:
  1. Kelas Super
  2. Kelas AB1
  3. KAMI TIDAK MEMBELI LAGI KELAS - KELAS DI BAWAHNYA
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------




----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
















































Pembeli Gaharu di Buol Sulawesi Tengah dan Palu Secara tradisional, otonomi seringkali diberi arti : “membelanjai diri sendiri”. Dalam kenyataan, tidak pernah ada daerah otonomi atau satuan otonomi lain, yang benar-benar mampu membelanjai secara penuh rumah tangganya sendiri. Meskipun demikian, ungkapan membelanjai diri sendiri menunjukkan betapa penting keuangan untuk melaksanakan otonomi secara bebas dan mandiri.
Bagir Manan23 menjelaskan, dimanapun keuangan negara selalu ada dalam kekuasaan pemerintah pusat. Sumber keuangan daerah berasal dari bagian-bagian yang diserahkan pusat kepada daerah atau yang dibenarkan digali oleh daerah. Tanpa penyerahan atau pembenaran oleh pusat, daerah tidak dapat menciptakan sendiri keuangan daerah seperti memungut, meminjam apalagi mencetak uang. Inilah inti hubungan keuangan antara pusat dengan daerah. Keuangan menyangkut kewajiban rakyat banyak, maka segala sesuatu mengenai uang termasuk hubungan keuangan antara pusat dengan daerah harus diatur dengan undang-undang .
 Bagir Manan, 2002, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Penerbit Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Halaman : 144
Potensi daerah berbeda-beda, ada daerah yang memiliki financial resources yang cukup bahkan banyak, tetapi kurang pada unsur lain seperti human resources (jumlah dan mutu). Ada pula daerah yang dalam keadaan sehaliknya, memiliki human resources yang memadai tetapi kurang pada financial resources nya. Bahkan mungkin ada daerah yang memiliki dengan cukup kedua sumber tersebut atau kurang untuk kedua¬duanya. Apabila tidak diatur secara nasional, dapat terjadi ketidakseimbangan antar daerah. Harus ada mekanisme, baik atas dasar national public policy maupun mekanisme antar daerah, yang memungkinkan aliran-aliran resources antar daerah yang memberi manfaat sebesar-besarnya pada semua daerah. Ketergantungan daerah kepada pusat oleh Bagir Manan24 dikatakan bahwa daerah secara keuangan makin tergantung pada pusat. Peningkatan ketergantungan ini terjadi karena beberapa hal :
1    Urusan pelayanan yang harus dilaksanakan pemerintah daerah makin luas sesuai dengan perkembangan tugas-tugas negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan kecenderungan pusat untuk menyerahkan urusan tersebut kepada daerah.
2    Sumber-sumber keuangan daerah terbatas. Di Indonesia keterbatasan ini terjadi karena belum pernah ada pembaharuan yang mendasar mengenai sumber pendapatan daerah. Berbagai sumber, karena

Pembeli Gaharu di Buol Sulawesi Tengah dan Palu Bagir Manan, 2002, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Penerbit Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Halaman : 194,195
berbagai pengaruh, perkembangan dan keadaan daerah menjadi tidak efektif lagi.
3.    Pemerintah Pusat lebih memilih memberikan subsidi daripada menyerahkan sumber pendapatan. Dengan sistem subsidi, daya kendali terhadap daerah dapat terlaksana lebih efektif.
HAW. Widjaja25 berpendapat bahwa penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber¬sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan, antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintahan yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber¬sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya, hak untuk mengelola kekayaan di daerah dan mendapatkan sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut dalam hal ini pada dasarnya pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”.
25
HAW. Widjaja, 2004, Penyelenggaraan otonomi Di Indortesia (Dalam Rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. halaman 143
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Pemerintahan Daerah tidak dapat dipisahkan dari Undang-Undang Perimbangan Keuangan. Tanpa undang-undang yang mengatur keuangan daerah, ketentuan ketentuan pemerintahan daerah tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Bahkan dimanapun soal keuangan daerah, hubungan keuangan pusat dengan daerah atau perimbangan keuangan pusat dengan daerah merupakan persoalan yang paling menonjol dalam masalah pemerintahan daerah. Sistem hubungan keuangan pusat dan daerah tidak hanya menentukan kemampuan daerah. Jauh lebih mendasar, hubungan keuangan antara pusat dengan daerah akan menentukan tingkat kemandirian dan kebebasan daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya. Tentu saja hubungan keuangan bukan satu-satunya faktor hubungan pusat dengan daerah. Sistem rumah tangga daerah, pengawasan pusat terhadap daerah termasuk faktor-faktor yang harus mendapat perhatian dalam menata hubungan pusat dengan daerah.
2.    Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa sumber penerimaan daerah berasal dari 4 (empat) sumber yaitu :
a.    Pendapatan Ash Daerah (PAD), antara lain berasal dari : 1) Hasil pajak daerah. 2) Hasil retribusi daerah. 3) Hasil perusahaan milik daerah. 4) Hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan. 
5) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain bagian laba dari BUMD, dan jasa kerja sama dengan pihak ketiga. Lain-lain PAD yang sah antara lain perencanaan daerah di luar pajak dan retribusi seperti jasa giro, dan hasil penjualan asset daerah.
b. Dana Perimbangan, sesuai pasal 6 ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah terdiri dari 3 (tiga) bagian yang merupakan satu kesatuan elemen sumber pembiayaan untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan kewenangan oleh daerah, antara lain : 1) Dana Alokasi Umum (DAU), yang pendistribusiannya didasarkan pada suatu rumus, yang mempunyai tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi dan kebutuhan penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah (seperti luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah) sehingga diharapkan perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. 2) Dana Alokasi Khusus (DAK), yang dialokasikan untuk membiayai kebutuhan khusus daerah dengan memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN.
3) Bagian Daerah (Bagi Hasil) dari Penerimaan PBB, BPHTB, PPh Perseorangan dan penerimaan Sumber Daya Alam (SDA), merupakan komponen dana perimbangan yang pendistribusiannya dilakukan berdasarkan potensi daerah penghasil.
     c.    Dana pinjaman daerah, yaitu dana yang dapat diperoleh dari pinjaman baik dalam maupun luar negeri untuk membiayai sebagian anggaran pembangunan daerah. 
     d.    Lain-lain penerimaan yang sah. Lain-lain pendapatan yang sah antara lain hibah atau dana darurat dari Pemerintah.

Dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Dana Perimbangan adalah : Bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan sumber daya alam, dan dana alokasi umum serta dana alokasi khusus.26
Pentingnya PAD disebutkan secara tegas dalam ketentuan pasal 3 ayat 1 UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam ketentuan pasal tersebut disebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Biaya penyelenggaraan otonomi daerah harus ditanggung oleh daerah melalui APBD, maka penyerahan kewenangan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah haruslah disertai dengan penyerahan dan
26
Syaukani.HR, Afan Gaffar, M. Ryaas Rasyid, 2002, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Cetakan I, Pustaka Pelajar.halaman : 202-203
pengalihan pembiayaan. Daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah, di samping didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa hampir disemua daerah prosentase PAD relatif kecil. Pembeli Gaharu di Buol Sulawesi Tengah dan Palu Pada umumnya APBD suatu daerah didominasi oleh sumbangan pemerintah pusat dan sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini menyebabkan daerah sangat tergantung kepada pemerintah pusat, sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat terbatas. Rendahnya PAD dari suatu daerah bukanlah disebabkan oleh karena secara struktural daerah memang miskin atau tidak memiliki sumber-sumber keuangan yang potensial, tetapi lebih banyak disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Pusat. Selama ini sumber¬sumber keuangan yang potensial dikuasai oleh Pemerintah Pusat.27




Tidak ada komentar:

Posting Komentar