Jumat, 27 Desember 2013

Pembeli Gaharu India Taiwan

Pembeli Gaharu India Taiwan
Pembeli Gaharu India Taiwan Kepada rekan-rekan  Suplier  Kayu Gaharu diseluruh Indonesia, Kami Sebagai pembeli kayu Gaharu siap melakukan kerjasama dengan sistem pembelian Tunai dari kayu Gaharu yang anda miliki.

Jika anda memiliki kayu gaharu dari alam jangan sungkan untuk mengontak kami. Kami akan memberikan informasi yang anda butuhkan. Semoga dengan adanya blog ini para petani tidak kesulitan untuk menjual kayu gaharu milikinya dengan harga yang pantas dan sesuai dengan harga pasar.

Untuk Tahap Pertama, prioritas kami adalah membeli :
1. Kayu Gaharu Super Alam
2. Selanjutnya Kelas dibawahnya

Untuk Lebih jelas silahkan Hubungi di 0812 20 421 431  ( Tidak SMS).

N. Ramdani
Labsain Edu Media

Jln. Nagrog No. 11 A Ujungberung Bandung
Jawa Barat - Indonesia




-------------------------------------------------------------------------------------------
































.Please Read this Inform
Pembeli Gaharu India Taiwan Lester Thurow, tahun 1066 dalam bukunya “The Future of Capitalism”, sudah memprediksikan bahwa pada saatnya nanti, kapitalisme akan berjalan kencang tanpa perlawanan. Hal ini disebabkan, musuh utamanya, sosialisme dan komunisme telah lenyap. Pemikiran Thurow ini menggaris bawahi bahwa kapitalisme tak hanya berurusan pada ekonomi semata, melainkan juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan untuk membangun masyarakat, atau yang kemudian disebut sustainable society. Pada jamannya, pemikiran Thurow tersebut sulit diaplikasikan, hal ini ia tuliskan seperti there is no social ‘must’ in capitalism16. Jaman pun berlalu, tahun 1962, Pembeli Gaharu India Taiwan Rachel Calson lewat bukunya “The Silent Spring”, memaparkan pada dunia tentang kerusakan lingkungan dan kehidupan yang diakibatkan oleh racun peptisida yang mematikan. Paparan yang disampaikan dalam buku “Silent Spring” tersebut menggugah kesadaran banyak pihak bahwa tingkah laku korporasi harus diluruskan sebelum menuju kehancuran bersama. Dari sini CSR (Corporate Social Responsibility) pun mulai digaungkan. Tepatnya di era 1970-an. Banyak professor menulis buku tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan, di samping kegiatan mengeruk untung. Buku-buku tersebut antara lain; “Beyond the Bottom Line”
16 AB Susanto, A Strategic Management Approach, CSR, The Jakarta Consulting Group, Jakarta, 2007, hlm.21 
karya Prof. Courtney C. Brown, orang pertama penerima gelar Professor of Public Polecy and Business Responsibility dari Universitas Columbia.17
Pembeli Gaharu India Taiwan Pemikiran para ilmuwan sosial di era itu masih banyak mendapatkan tentangan, hingga akhirnya muncul buku yang menghebohkan dunia hasil pemikiran para intelektual dari Club of Roma, bertajuk “The Limits to Growt”. Buku ini mengingatkan bahwa, disatu sisi bumi memiliki keterbatasan daya dukung (carrying capacity), sementara di sisi lain populasi manusia bertumbuh secara eksponensial. Karena itu, eksploitasi sumber daya alam mesti dilakukan secara cermat agar pembangunan dapat berkelanjutan.
Era 1980 – 1990, pemikiran dan perbincangan tentang issu ini terus berkembang, kesadaran dalam berbagi keuntungan untuk tanggungjawab sosial, dan dikenal sebagai community development. Pembeli Gaharu India Taiwan Hasil menggembirakan datang dari KTT Bumi di Rio de Jenerio Tahun 1992 yang menegaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan menjadi hal yang harus diperhatikan, tidak saja oleh negara, terlebih lagi oleh kalangan korporasi yang diprediksi bakal melesatkan kapitalisme di masa mendatang.
Pembeli Gaharu India Taiwan Dari sini konsep CSR terus bergulir, berkembang dan diaplikasikan dalam berbagai bentuk. James Collins dan Jerry Poras dalam bukunya Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies (1994), menyampaikan bukti bahwa perusahaan yang terus hidup adalah yang tidak semata mencetak limpahan uang saja, tetapi perusahaan yang sangat peduli dengan lingkungan sosial dan turut andil dalam menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.
17 Ibid, hlm.35
Konsep dan pemikiran senada juga ditawarkan oleh John Elkington lewat bukunya yang berjudul “Cannibals with Fork, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business. Dalam bukunya ini, Elkington menawarkan solusi bagi peusahaan untuk berkembang di masa mendatang, di mana mereka harus memperhatikan 3P, bukan sekedar keuntungan (Profit), juga harus terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan rakyat (People) dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (Planet).18
Agenda World Summit di Johannesburg (2002), menekankan pentingnya tanggung jawab social perusahaan. Dari situ program CSR mulai terus berjalan dan berkembang dengan berbagai konsep dan definisi. Kesadaran menjalankan CSR akhirnya tumbuh menjadi trend global, terutama produk-produk yang ramah lingkungan yang diproduksi dengan memperhatikan kaidah social dan hak asasi manusia.
Di pasar modal globalpun, CSR juga menjadi faktor yang diperhitungkan. Misalnya New York Stock Exchange (NYSE) saat ini menerapkan program Pembeli Gaharu India Taiwan Dow Jones Sustainable Index (DJSI) untuk saham perusahaan yang dikategorikan memiliki Social Responsible Investment (SRI). Kemudian Index and Financial Times Stock Exchange (FTSE) menerapkan FTSE4 Good sejak 2001. Konsekuensi dari adanya index-index tersebut memacu investor global seperti perusahaan dana pensiun dan asuransi yang
18 http//www.csrindonesia.com
hanya akan menanamkan investasinya di perusahaan-perusahaan yang sudah masuk dalam index tersebut.19
Di Indonesia, kini kita menyaksikan perbincangan yang terus berlanjut seputar konsep dan perjalanan CSR ini. Ada persetujuan dan pula pertentangan. Terlebih pihak pemerintah secara khusus membuatkan UU tentang tanggung jawab sosial ini, yakni dalam UU Perseroan Terbatas Pasal
74. Terlepas dari itu, isu tentang Corporate Social Responsibility (CSR) memang kian hangat. Persoalannya bukan lagi melulu dari aspek sosial, tetapi sudah jauh merasuk ke aspek bisnis dan penyehatan orporasi. Lama-kelamaan, CSR tidak lagi dipandang sebagai keterpaksaan, melainkan sebagai kebutuhan. Pembeli Gaharu India Taiwan Dari yang semula dianggap sebagai cost, kini mulai diposisikan sebagai investasi.
Dalam sebuah ulasan di Majalah Marketing (edisi 11/2007) menegaskan tentang mengapa pula perusahaan harus berinvestasi pada kegiatan CSR? Apakah lantaran moralitas semata atau dia sudah menjadi marketing tools yang efisien? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan manajemen dan divisi marketing sewaktu mempersiapkan strategi CSR. Akan tetapi, perdebatan paling baru tentang CSR adalah soal imbas program tersebut pada profit perusahaan. Para pelaku dituntut untuk ikut memikirkan program yang mampu mendukung sustainability perusahaan dan aktivitas CSR itu sendiri. Dalam hal ini, strategi perusahaan mesti responsif terhadap kondisi-kondisi
19 Ibid
yang mempengaruhi bisnis, seperti perubahan global, tren baru di pasar, dan kebutuhan stakeholders yang belum terpenuhi20
Berkaitan dengan masalah imbas tadi, Global CSR Survey paling tidak bisa memperlihatkan betapa pentingnya CSR. Bayangkan, dalam survei di 10 negara tersebut, mayoritas konsumen (72%) mengatakan sudah membeli produk dari suatu perusahaan serta merekomendasikan kepada yang lainnya sebagai respon terhadap CSR yang dilakukan perusahaan tersebut. Sebaliknya, sebanyak 61% dari mereka sudah Pembeli Gaharu India Taiwan memboikot produk dari perusahaan yang tidak punya tanggung jawab sosial. CSR kini bukan lagi sekadar program charity yang tak berbekas. Melainkan telah menjadi pedoman untuk menciptakan profit dalam jangka panjang (CSR for profit). Karena itu, hendaknya kegiatan sosial yang dijalankan harus berhubungan dengan kepentingan perusahaan dan harus mendukung core business perusahaan.21
Philip Kotler, dalam buku CSR: Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, membeberkan beberapa alasan tentang perlunya perusahaan menggelar aktivitas itu. Disebutkannya, CSR bisa membangun positioning merek, mendongkrak penjualan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan loyalitas karyawan, mengurangi biaya operasional, serta meningkatkan daya tarik korporat di mata investor.22 Menurut Godo Pembeli Gaharu India Taiwan Tjahjono, Chief Consulting Officer Prentis, CSR memang punya beberapa manfaat yang bisa dikategorikan dalam empat aspek, yaitu: license to operate, sumber daya
20 Majalah Marketing Edisi 11/2007 21 Ibid 22 Philip Kotler, Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, New York,
Thomas Dunne Books, 2007, page.33,
manusia, retensi, dan produktivitas karyawan. Dari sisi marketing, CSR juga bisa menjadi bagian dari brand differentiation.23
Kini kita menyaksikan dan mengharap gairah perusahaan¬perusahaan raksasa dunia untuk menerapkan program kepedulian sosial. Semoga ini tak hanya jadi sekedar angin Pembeli Gaharu India Taiwan segar ditengah kekosongan issu saja, melainkan mampu menjadi virus baik yang menyebar cepat di Indonesia.24
Istilah CSR di Indonesia semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. 
Pembeli Gaharu India Taiwan Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak (for better or worse), bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders
23 Majalah Marketing, Edisi 11/2007
24 (di sarikan dari berbagaii sumber – Cikeas Magazine ”CSR dari mana datangnya” (Vol 1 No
4/07), Majalah Marketing ”CSR for Profit” (edisi 11/2007), dan Sejarah Panjang Konsep CSR,
Societa (12/2006))
atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, Pembeli Gaharu India Taiwan yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.25
Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya. 
Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development. Pembeli Gaharu India Taiwan Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat. Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar